Seperti
biasa, sepulang sekolah Rafli selalu bermain basket sendirian di
sekolah. Tapi tidak untuk kali ini. Ia tidak sendiri. Kali ini ia di
temani oleh Marsha. Ia hanya ingin menepati janjinya untuk terus menjaga
gadis
itu. semampunya. Sampai takdir sendiri yang bisa menghentikannya. Hanya takdir…
“kak pulang yuk.. udah mau sore nih.” Ajak Marsha. Rafli hanya menoleh dan tersenyum, lalu menghampiri Marsha.
“nih minum dulu. Lo aus kan..” kata Marsha sambil menyodorkan sebotol air mineral yang sengaja di belinya untuk Rafi.
“thanks Sha.”
“yuk pulang..” ajak Rafli.
Marsha bangkit dari duduknya lalu mengiringi Rafli menuju parkiran sekolahnya.
“ka. Kok lo suka banget sih main basket?” Tanya Marsha
“karna setiap gue main basket, gue selalu ngerasain jantung gue hidup..”
Marsha manggut manggut, padahal ia sama sekali tak mengerti maksud
perkataan Rafli barusan. ‘Bukannya jantung ka rafli emang udah hidup ya.
Buktinya aja dia sehat gitu’ fikir Marsha
“sha. Lo mau gak gue ajak ke tempat favorit gue?”
“hah? Mau.. mau.. dimana??” Tanya marsha antusias. Jarang sekali ia mendengar suara pria yang membuatnya jatuh hati ini.
“ntar juga lo tau..”
***
Rafli mengajak Marsha ke sebuah taman yang terdapat sebuah danau. Ia mengajak marsha duduk di tepi danau tersebut..
“gimana sha tempatnya?” Tanya rafli. namun matanya tak menatap Marsha sedikit pun.
“bagus.. enak lagi udaranya.”
“syukur deh kalo lo suka. Mm. lo tau gak apa yang gue suka dari tempat
ini.” Marsha hanya menggelengkan kepalanya. Walaupun pandangan rafli
lurus ke depan, ia bisa mengetahuinya.
“kalo sore sore gini,
gue paling suka liat pantulan cahaya matahari di air danau ini.
Kelihatannya indaaah banget. Warna air danaunya jadi agak kekuning
kuningan gara – gara pantulan cahaya matahari. Trus kalo malem
gue
paling suka kalo cahaya dari bintang bintang menghiasi air danau ini.
Mmm.. rasanya gimana ya? Gue serasa liat lautan yang penuh bintang di
hadapan gue…”seru
rafli. senyuman tak luput dari wajahnya. Sorot matanya pun memancarkan
kebahagiaan. Dia belum pernah merasa sebahagia ini.
“sha.. sha kok lo diem aja sih..” Tanya rafli sambil menoleh ke arah
Marsha. Dan ia mendapati Marsha sedang memandangnya sambil tersenyum..
“nggak papa..” marsha menggeleng pelan. Lalu meluruskan pandangannya.
Menatap kilauan air yang berwarna keemasan di hadapannya. “ gue seneng
aja bisa liat lo bahagia banget. Apalagi baru kali ini gue dengar lo
ngomong panjang lebar.” Lanjutnya.
Rafli hanya tersenyum mendengar perkataan dari marsha. Ia kembali
memfokuskan pandangannya ke air danau. Sepi.. sunyi.. itulah perasaan
yang menyelimuti mereka. Tak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun.
Mereka berdua
saling diam.. menikmati kebahagiaan mereka masing masing.
“gue sakit sha..” lirih rafli. namun wajahnya masih tersenyum.
“ sakit.. sakit banget.. disini..” rafli mengangkat tangan kanannya dan menempelkannya di dada sebelah kirinya.
“sakit. Sakit hati..” sahut Marsha sambil terkekeh. Sedangkan rafli hanya tersenyum. Pandangannya seperti menerawang.
“pulang yuk sha..” ajak rafli sambil berdiri. Yang di ikuti oleh Marsha.
Marsha berjalan mengiringi Rafli. dan tanpa di duganya secara perlahan
Rafli menggandeng tangannya. Marsha spontan langsung menoleh kearah
Rafli. namun rafli hanya tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya ke
arah marsha. Malah ia
semakin erat menggenggam tangannya.
Mereka berjalan menuju tempat rafli memarkirkan motornya. marsha
mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman. Cukup ramai juga
disini.. banyak pasangan yang sedang berpacaran disini. Ada juga anak
anak remaja seumuran Marsha
yang hanya sekedar berjalan jalan. Bahkan anak anak pun banyak yang berlarian
kesana kemari sambil bermain kejar kejaran. Bahagia? Ya.. bahagia sekali.. hari
ini ia merasa sungguh sangat bahagia. Ia sama sekali tak menyangka. Rafli yang
selalu di sebut sebut bersikap dingin bahkan cenderung kasar bisa
menggandengnya seperti ini. Menggandengnya erat.. sangat erat..
Kebahagiaan tak bertahan lama?
Tiba tiba saja kebahagiaan itu seakan lenyap dan tergantikan oleh
sebuah kepanikan. Tiba tiba saja Rafli menghentikan langkahnya.
Genggamannya melonggar. Tangan kanannya memegangi dada sebelah kirinya.
kakinya sudah terasa
lemas. Bahkan ia pun terjatuh sambil berkata “sakit sha.. disini.. Sakit.” Tak terasa
air mata marsha pecah saat itu juga. Ia hanya bisa mengelus ngelus lembut rambut
rafli sambil meminta tolong kepada orang – orang yang berada disitu. Tak perlu
menunggu lama orang orang pun sudah mengerumuni mereka berdua.
“panggil ambulance..”
***
Marsha terduduk lemas di depan ruang UGD. Air matanya sudah mengalir
sejak tadi. Matanya sudah sembab dan merah. Tak lama kemudian Cindai pun
datang dan di ikuti oleh orang tua dari rafli. Cindai langsung
menghampiri marsha.
“ka rafli cin.. ka rafli..”tangis marsha
sambil memeluk sahabatnya itu. cindai mengelus elus pundak sahabatnya
sambil berusaha menenangkan marsha.
“tante.. ka rafli kenapa tante?” Tanya marsha ke mamahnya rafli.
“maafkan rafli nak. Dia sudah menyembunyikan semua ini dari kalian..” kata mama rafli
“maksud tante apa..”
“rafli mempunyai penyakit jantung. Jantungnya sudah tak bisa berfungsi
dengan baik. Sudah satu tahun ia bertahan dengan jantung elektrik yang
menggantikan jantungnya..” ucap mama rafli sambil menangis.
Marsha hanya bisa menangis mendengarkan penjelasan dari mama rafli
“sabar sha.. sabar..” ucap cindai menenangkan Marsha yang sedang menangis dalam pelukannya.
***
Rafli sudah di pindahkan ke ruang rawat biasa. Dan ia sendiri sudah
bisa membuka matanya kembali. Sedangkan marsha hanya bisa menangis
sambil duduk di samping tempat tidur rafli. ia menangis sambil
menundukan kepalanya. Sampai
sampai tak menyadari bahwa rafli sudah sadar
Ia menggerakan tangannya perlahan dan menggenggam tangan marsha. Sontak
marsha pun langsung mendongkakan kepalanya. Ia melihat rafli yang
sedang tersenyum padanya. Walaupun mukanya
terlihat pucat. Lagi lagi ia tak bisa membendung air matanya. Air matanya
mengalir lembut di pipi marsha. Walaupun tanpa sebuah isakan.
“jangan nangis..” lirih rafli.
Ia berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengangkat tangannya dan mengusap air mata marsha dengan ujung jarinya.
“jangan nangis..” lirih rafli sekali lagi. Namun bukannya membuat
marsga berhenti menangis malah membuat tangisnya semakin keras.
“yaudah kalo lo gak kuat. Lo boleh nangis sekarang. Tapi lo harus janji
buat besok gak boleh ada air mata lagi. Janji..” rafli mengacungkan
jari kelingkingnya. Bukannya mengaitkan jari
ia hanya menunduk dan membiarkan air matanya mengalir semakin deras.
“ayo dong sha. Lo harus janji. Demi gue sha..” ucap rafli lirih. Marsha hanya menggeleng lemah.
“janji..” rafli mengacungkan kelingkingnya sekali lagi.Marsha hanya
menggigit bibir kemudian mengaitkan jari kelingkingnya di kelingking
Rafli. sambil mengusahakan seulas senyum tipis.
“janji..”
Terdengar suara pintu di buka. Dan di susul oleh ke hadiran ke dua orang tua rafli.
“gimana kata dokter mah?” Tanya rafli
Mamahnya hanya menggeleng lemas. “kondisi kamu udah semakin parah yo.
Satu satunya jalan Cuma dapet transplantasi jantung. Sedangkan jumlah
pendonor akhir akhir ini semakin sedikit..” suara mama rafli terdengar
sedikit
bergetar.
rafi hanya tersenyum “ gak papa mah.
Mamah gak usah nungguin rafli di rumah sakit ya mah. Hari ini rafli
pengen di temenin sama marsha mah..”ucap rafli sambil melirik marsha.
“iya tante. Ka rafli biar marsha yang jaga. Tante istirahat di rumah aja.” sahut marsha
“yaudah. Tante ijinin ke orang tua kamu ya sha. Tante pamit dulu. Ntar kalo ada apa apa telpon tante aja..”
***
Jam sudah menunjukan pukul 10 malam. Marsha pun sudah terlelap. Rafli
meletakan sebuah surat di meja kecil di samping. Ia mengangkat tangannya
perlahan. Mengusap lembut rambut Marsha sambil tersenyum “gue cinta
sama lo Sha. Gue
sayang sama elo.. sayaang… banget..” lirih Rafli. ia lalu mengangkat tangannya ke
dada sebelah kirinya. “sakit Sha.. disini. Sakit banget.. bukan hati.. tapi jantung.
Sakiit banget.. gue udah gak kuat Sha. Gak kuat..” lirih Rafli.
ia kembali mengusap lembut rambut Marsha. “kenapa takdir gue gini ya
Sha. Kenapa gue di takdirin punya penyakit ini... Tapi gue beruntung
sha. Karna takdir juga udah mempertemukan kita. Dan hanya takdir yang
bisa
memisahkan kita..” lirih rafli. tak terasa air matanya jatuh.
“jangan nangis.. jangan nangis.. Cuma hari ini saja.. kali ini..”
***
Marsha memandang nanar kearah nisan yang berada di hadapannya. Air
matanya sudah kering. Matanya merah dan sembab. Hanya sebuah isakan yang
tertinggal. Tangan kanannya menggenggam kuat sepucuk surat. Ya.. surat
dari
Rafli. hujan turun dangan derasnya seakan ikut menangisi kepergian Rafli..
kepergiannya.. kepergian cintanya.. oleh takdir.
*****
Jangan nangis Sha..
Gue mohon jangan nangis..
Maaf Sha, kalo waktu itu gue pernah bentak lo. gue cuman gak mau lo
deket ama gue Sha. Lo tau kenapa? Ya.. gue sakit Sha. Sakitt
banget rasanya Sha.. gue udah gak kuat.. rasanya sakit banget.. disini Sha.. di
jantung gue.. walaupun takdir gue sakit bagi gue. Tapi gue seneng takdir juga bisa
mempertemukan kita. Walaupun pada akhirnya takdir juga yang memisahkan kita..
kalo aja gue bisa milih takdir gue sendiri. Pasti gue milih di takdirin hidup
sehat. Dan bisa selalu ada di samping lo sha. Tapi takdir gue berkata lain. Ini takdir
gue.. dan gak ada yang bisa merubahnya..
Gue mau jujur sama lo Sha. Gue suka sama elo. Bahkan bukan sekedar suka
tapi gue sayaaaang sama elo sha. Gue cinta sama elo.. mungkin pengakuan
gue ini gak akan
berarti apa apa. Tapi gue lega bisa ngungkapin perasaan gue yang udah gue
pendem sejak lama.. sejak pertama lo masuk di sekolah yang sama ama gue..
Lo harus inget kata kata gue Sha jangan nangis…
With love,
Alfandy Himawan B. Rafli ♥
Marsha Pun Sedih dan menangis... ia pun melihat foto terakhir mereka disaat rafli masih hidup di dunia
-- The End --
----------------------------------------------------------------------
Share + Comment Yah :)
Follow ==> @donnnyrieuwpassa
kalo masih suka request yah :)
Artikel Terkait : Cerbung Rasha,
Cerpen Marsha Rafli,
Cerpen Mungkin Ini Takdir,
Part 5
mau dong cerbung yang pemeran utamanya "Cakka"
BalasHapus