Marsha
berjalan menuju lapangan basket di sekolahnya. Berharap bisa menemui
sosok pria yang tlah membuat jantungnya berdebar tak karuan. Ini bukan
yang pertama kalinya untuk Marsha memperhatikan sosok itu secara diam –
diam. Bahkan ini sudah menjadi rutinitasnya sejak bertemu dengan pria itu.
Semakin sering ia memperhatikan pria itu, semakin besar juga perasaannya untuk
pria itu. dan tanpa sadar seulas senyum telah mengembang di wajahnya.
Marsha bukanlah gadis yang gampang menyukai seorang pria. Tapi entahlah,
kenapa ia
bisa memiliki perasaan yang begitu dalam terhadap pria ini. Mungkin ini yang
dinamakan ‘love at the first sight’.
Cindai menepuk pundak Marsha “Sha kok lo belom pulang sih?”
“mm.. bentar lagi.” Marsha tak mengalihkan pandangannya sedetik pun dari sosok pria itu.
“lo merhatiin siapa sih?” Cindai bertanya. Namun Marsha tak menjawab
pertanyaannya. Ia mengikuti arah pandang Marsha dan menemukan sesosok
kakak kelas yang menjadi idaman di sekolahnya.
“oh.. merhatiin ka Rafli toh..” gumam Cindai. Namun dapat di dengar jelas oleh Marsha.
“ka.. Rafli?” Marsha menoleh cepat ke arah Cindai.
“iya ka Rafli. cowok yang lo perhatiin itu namanya Rafli. dia itu kakak kelas kita.”jelas Cindai
“oh Rafli. mm.. tapi kok gue jarang liat dia bareng ama temen temennya
ya.. kalo main basket juga pasti sendiri terus..” Tanya Marsha sambil
kembali memperhatikan sosok Rafli
“gue kurang tau juga sih.
tapi denger – denger sih sikapnya dia itu dingin banget ama cewek.
Senyum aja susah. Apalagi liat dia ketawa. Wuih langka banget. Terus dia
itu terkesan ‘kasar’ ama cewek..” jelas Cindai.
Marsha hanya manggut – manggut mendengar penjelasan dari sahabatnya yang satu ini.
Cindai melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya “gue
balik duluan ya Sha.. bye..” pamit Cindai sambil berjalan menjauh dan
melambaikan tangannya.
Marsha kembali memerhatikan sosok Rafli. pria yang misterius pikirnya. Dan itu membuat dirinya semakin tertarik.
Rafli menghentikan permainannya. Sepertinya ia mulai kelelahan. Ia
meraih ranselnya dan menyelempangkannya di bahu kirinya. Ia menuju
parkiran sambil mendrible sebuah bola basket.
“tegur? Jangan?
Tegur? Jangan? tegur? Jangan? Tegur? Jangan?tegur..” Marsha bergumam
sendiri. Rafli sudah semakin menjauh dari pandangannya. “tegur aja
deh..” Marsha berlari lari kecil mengejar Rafli.
“ka Rafli..” Marsha setengah berteriak.
Rafli membalikan badannya. Ia melihat seorang gadis yang berlari ke arahnya. Namun tak ada ekspresi apapun di wajahnya.
“ka Rafli kan?”Tanya Marsha setelah berhasil menyusul Rafi.
“masih inget gue gak?” Tanya Marsha. Namun Marsha hanya mengerutkan
keningnya. Marsha mulai membuka mulut kembali “itu.. yang waktu itu kena
bola basket yang lo mainin??” Tanya Marsha. Namun ekspresi Rafli hanya
datar –
datar saja. Suara pun tak ia keluarkan.
“mm..
mungkin lo lupa. Yaudah, gue Marsha..” Marsha menjulurkan tangannya dan
memamerkan senyum termanisnya. Namun ekspresi Rafli tak berubah sedikit
pun. Ia malah membalikan tubuhnya dan berjalan pergi. Meninggalkan
sosok Marsha.
Marsha menarik kembali tangannya. Kecewa? Ya, ia memang merasa kecewa.
Namun rasa kecewanya tak mengurungkan niatnya untuk mengenal sosok Rafli
lebih jauh. Ia bertekad dalam hati untuk bisa membuat Rafli tersenyum.
Tidak..
bukan hanya tersenyum. Tapi tertawa. Ya. Tertawa lepas…
“Sha.. ngapain sih lo deketin si ka Rafli? kalo lo knapa – knapa
gimana? Dia kan agak ‘kasar’ gitu ama cewek. Lo gak takut apa?” kata
Cindai.
Marsha menggelengkan kepalanya. “nggak sama sekali..”
“gila lo Sha. Ngapain coba lo deketin cowok kayak dia.”
“yaah.. gue emang gila. Mau ikut nyamperin ka Rafli kagak lo?”
“kagak deh.. “ sahut Cindai sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
“yaudah. Lo liat ya. Ka Rafli itu gak akan makan gue idup – idup..”
Marsha berjalan mendekat ke arah Rafli yang sedang sibuk dengan bola basketnya. Ia mendekati Rafli perlahan.
“hai ka rafli..” sapa marsha. Tak ada jawaban dari Rafli. ia hanya
menoleh sekilas dan kembali sibuk dengan bolanya. Marsha mengela nafas.
‘sabar Sha.. sabar ‘ batin Marsha.
“kak gue bawain minuman nih.
Lo pasti aus kan?” tawar Marsha sambil menyodorkan sebotol pocari sweat
kearah Rafli. namun Rafli tetap tak menghiraukannya. Malah ia tak
menoleh sedikit pun.
“yaudah. Gue simpen disini aja ya..”
Marsha meletakkan sebotol pocari sweat di dekat kaki Rafli. lalu
berjalan pergi meninggalkan Rafli.
Rafli menoleh kearah sebotol
pocari sweat yang di letakan marsha di dekat kakinya lalu memandang
punggung Marsha yang berjalan menjauh. Tanpa sadar ujung bibir Rafli
tertarik sedikit demi sedikit hingga membentuk sebuah senyum
tipis.
------------------------------------------------------------------
Like + Comment yah :)
NEXT:
Mungkin Itu Takdir | Part 3 :
Artikel Terkait : Cerbung Rasha,
Cerpen Mungkin Ini Takdir,
Cerpen Rafli Marsha,
Rasha
Izin Share
BalasHapus