Antrian tiada akhir dari mobil yang berjalan pelan muncul lalu
menghilang di tengah kabut asap Beijing pada pekan ini dan membuat
cakrawala kelam.
Dengan lebih dari 13 juta mobil terjual di Cina
tahun lalu, kendaraan bermotor menjadi penyebab dari polusi udara yang
menusuk tenggorokan di sejumlah kota besar, khususnya di Beijing.
Kondisi polusi ini menjadi lebih parah selama beberapa hari terakhir.
Seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk kelas menengah di Cina selama 20
tahun terakhir, mobil menjadi simbol kemakmuran. Dengan pertumbuhan
ekonomi yang terus meningkat, penggunaan mobil akan terus meningkat, dan
telah menyebabkan polusi udara yang berbahaya di lingkungan perkotaan
Cina serta berimbas terhadap kesehatan, produktivitas, serta kualitas
hidup.
Meningkatnya penggunaan mobil telah berubah menjadi siklus yang berbahaya.
“Jujur
saja, semakin kotor udaranya, maka aku semakin cenderung membawa
kendaraan, karena aku tidak suka menggunakan bus yang padat atau
berjalan di luar dalam udara yang kotor,” kata masinis kereta bawah
tanah, Gao Fei.
20 tahun yang lalu, sepedalah yang menguasai
jalanan, bukan mobil. Kini, “Membeli mobil sama seperti membeli sepeda,”
kata Gao yang mengendarai sedan Buick Regal di bagian barat Beijing.
“Warga
China masih belum lama memiliki mobil. Jadi bagi mereka mobil masih
menjadi barang baru dan mereka cenderung mengendarai mobil setelah
mengendarai sepeda selama sekian lama,” tambahnya. “Mereka lebih
cenderung menikmati kemacetan lalu lintas dibandingkan menderita dalam
bus yang penuh penumpang.”
Di 1990-an, beberapa kendaraan yang
ada di jalanan adalah milik pemerintah atau perusahaan negara. Lonjakan
kepemilikan terhadap kendaraan pribadi baru terjadi pada sepuluh tahun
terakhir.
Pemerintah
mempromosikan pembelian mobil sebagai cara untuk menjaga pertumbuhan
ekonomi seiring dengan pinjaman pembelian mobil yang menarik yang
ditawarkan oleh sejumlah bank. Kebijakan tersebut, serta kebiasaan
tradisional warga Cina yang gemar menabung, telah membuat mobil-mobil
seperti Buick Regal milik Gao (sekitar Rp444,5 juta) dapat dibeli oleh
sebagian besar warga meski rata-rata gaji tahunan di Beijing hanya
sekitar Rp86,3 juta. Imbasnya adalah meningkatnya jumlah emisi
kendaraan.
Penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik masih
menjadi penyebab utama polusi udara di Cina, namun emisi kendaraan
adalah sumber tunggal terbesar PM2,5--polutan sekunder yang terbentuk di
udara dan cukup kecil untuk masuk ke dalam paru-paru warga di
Beijing--seperti yang dikatakan mantan walikota kota tersebut, Hong
Feng.
Ia mengatakan bahwa kendaraan menyumbang 22 persen dari
PM2,5 di ibu kota negara itu, disusul pembakaran batu bara sebesar 17
persen, dan debu dari situs konstruksi sebesar 16 persen. Beberapa hari
terakhir, kualitas udara di Beijing turun drastis seiring meningkatnya
penggunaan lampu karena gedung-gedungnya diselimuti kabut.
Zhang
Quan, seorang purnawirawan, mengatakan bahwa kabut asap tersebut adalah
kabut asap terburuk dan terlama yang pernah ia lihat selama hidupnya.
“Saat
aku masih muda, guru geografi kami mengajari cara mengenali galaksi dan
aku bisa melihatnya di malam hari, tapi aku rasa anak-anak sekarang
tidak bisa melakukan hal itu lagi,” kata Zhang (52).
Cina yang
mulai terbuka, serta warganya yang kritis, berhasil menekan pemerintah
untuk menjadi lebih transparan mengenai seberapa buruk kualitas
udaranya. Melalui media sosial, mereka bisa mendapat informasi yang
lebih baik, bahkan menguji kualitas udaranya sendiri. Informasi terkini
mengenai kualitas udara di 70 kota yang terus diperbarui setiap satu jam
kini tersedia secara online, dan dua kota dengan kualitas udara
terburuk, yang belum pernah terjadi sebelumnya, menjadi sorotan media di
negara itu.
Namun seiring dengan bertambah kayanya warga Cina,
keinginan untuk mendapatkan udara yang lebih bersih terbentur dengan
meningkatnya ketergantungan mereka terhadap mobil.
Wang Hui,
warga Beijing, biasa mengendarai Toyota Camry yang ia beli tujuh bulan
yang lalu dan digunakan oleh suaminya untuk melakukan pertemuan dengan
kliennya. Ia dan suaminya menjalankan usaha desain laboratorium sekolah.
Kini Hui tidak dapat membayangkan jika harus hidup tanpa mobil.
“Suamiku
benar-benar membutuhkan mobil untuk melakukan bisnisnya, karena lebih
nyaman. Jadi kami tidak akan berhenti menggunakan mobil, bahkan jika
polusinya bertambah buruk. Satu mobil tidak akan berpengaruh dan dalam
kehidupan kami, kami sangat membutuhkannya.”
Cina adalah pasar
mobil terbesar di dunia berdasarkan jumlah kendaraan yang terjual di
sana. Namun masih jauh tertinggal dalam hal rasio antara jumlah orang
dengan mobil. Pada 2010, di Cina hanya ada 31 dari 1000 orang yang
memiliki mobil, dbandingankan dengan Amerika Serikat dengan rasio 424
dari 1000 orang yang memiliki mobil, seperti yang disebutkan analis IHS,
Namrita Chow.
Lebih dari 13 juta mobil terjual di Cina pada
2012. Ini meningkat 7,6 persen per tahun, seperti yang diambil dari data
IHS Automotive, dan diharapkan bahwa tingkat pertumbuhan tahunan akan
naik menjadi 11 persen di 2013. Mobil baru tersebut kebanyakan terjual
di daerah miskin dan di pedalaman Cina, tempat pemerintah bertujuan
untuk menekan pertumbuhan dengan menaikkan gaji, sehingga orang bisa
memiliki uang lebih untuk dibelanjakan.
Di Beijing, jumlah
kendaraan telah meningkat menjadi 5,18 juta unit, sementara pada awal
2008 hanya berjumlah 3,13 juta unit, seperti dilaporkan Xinhua, Senin.
Guna
membatasi jumlah mobil, kota tersebut telah mengadopsi sistem plat
berbasis lotere dan melarang mobil kelima untuk memasuki kota pada
setiap hari kerja dengan menerapkan ancaman denda. Namun, saat
berpergian para pemilik mobil biasanya tidak memasang plat nomor mereka
supaya terhindar dari kamera pengawas atau membeli mobil bekas.
Emisi
kendaraan terkumpul karena kurang efektifnya transportasi umum,
rendahnya standar emisi, dan lambannya perkembangan teknologi yang ramah
lingkungan dan hemat energi, seperti yang disebutkan Asian Development
Bank dalam analisis lingkungan China.
Lebarnya jalan dan jalan
lintang susun yang terbentang sampai delapan jalur, membuat para pejalan
kaki sulit berpergian dalam waktu singkat. Sistem transportasi bawah
tanah di kota itu juga dipadati oleh para penumpang, dengan jalur
pejalan yang kaki yang panjang serta stasiun-stasiunnya yang tidak
selalu terhubung dengan halte bus.
“Transportasi publik
seharusnya menjadi prioritas, namun kita harus memahami bahwa jika Anda
ingin membangun sistem transportasi publik yang baru maka Anda harus
merencakan dan mendesain tata kotanya dengan tepat,” kata Ma Jun,
direktur Institute of Public and Environmental Affairs.
China harus belajar dari kota-kota seperti New York dan Hong Kong, tambahnya.
Gao,
sang masinis kereta bawah tanah tidak bisa membayangkan jika
orang-orang yang ia kenal harus hidup tanpa mobil. Ia dan istrinya, yang
bekerja sebagai penjual tiket, merasa khawatir terhadap kesehatan anak
mereka yang berusia satu tahun seiring dengan polusi yang terus
memburuk.
“Impianku sederhana,” katanya. “Tinggal dalam apartemen
yang hangat, mengendarai mobil yang aku suka dan memiliki anak yang
sehat.
(Periset berita AP, Fu Ting di Shanghai dan Yu Bing di Beijing turut memberi andil dalam laporan ini.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Telah Membaca Post ini..
Jangan Lupa Untuk Meninggalkan Komentarnya yah ツ