Laman

Senin, 15 April 2013

Cerpen / Cerbung Rafli Marsha (RaSha): Mungkin ini Takdir | Part 2

Share on :
Marsha berjalan menuju lapangan basket di sekolahnya. Berharap bisa menemui sosok pria yang tlah membuat jantungnya berdebar tak karuan. Ini bukan yang pertama kalinya untuk Marsha memperhatikan sosok itu secara diam –
diam. Bahkan ini sudah menjadi rutinitasnya sejak bertemu dengan pria itu.
Semakin sering ia memperhatikan pria itu, semakin besar juga perasaannya untuk
pria itu. dan tanpa sadar seulas senyum telah mengembang di wajahnya. Marsha bukanlah gadis yang gampang menyukai seorang pria. Tapi entahlah, kenapa ia
bisa memiliki perasaan yang begitu dalam terhadap pria ini. Mungkin ini yang
dinamakan ‘love at the first sight’.

Cindai menepuk pundak Marsha “Sha kok lo belom pulang sih?”

“mm.. bentar lagi.” Marsha tak mengalihkan pandangannya sedetik pun dari sosok pria itu.

“lo merhatiin siapa sih?” Cindai bertanya. Namun Marsha tak menjawab pertanyaannya. Ia mengikuti arah pandang Marsha dan menemukan sesosok kakak kelas yang menjadi idaman di sekolahnya.

“oh.. merhatiin ka Rafli toh..” gumam Cindai. Namun dapat di dengar jelas oleh Marsha.

“ka.. Rafli?” Marsha menoleh cepat ke arah Cindai.

“iya ka Rafli. cowok yang lo perhatiin itu namanya Rafli. dia itu kakak kelas kita.”jelas Cindai

“oh Rafli. mm.. tapi kok gue jarang liat dia bareng ama temen temennya ya.. kalo main basket juga pasti sendiri terus..” Tanya Marsha sambil kembali memperhatikan sosok Rafli

“gue kurang tau juga sih. tapi denger – denger sih sikapnya dia itu dingin banget ama cewek. Senyum aja susah. Apalagi liat dia ketawa. Wuih langka banget. Terus dia itu terkesan ‘kasar’ ama cewek..” jelas Cindai.
Marsha hanya manggut – manggut mendengar penjelasan dari sahabatnya yang satu ini.

Cindai melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya “gue balik duluan ya Sha.. bye..” pamit Cindai sambil berjalan menjauh dan melambaikan tangannya.

Marsha kembali memerhatikan sosok Rafli. pria yang misterius pikirnya. Dan itu membuat dirinya semakin tertarik.

Rafli menghentikan permainannya. Sepertinya ia mulai kelelahan. Ia meraih ranselnya dan menyelempangkannya di bahu kirinya. Ia menuju parkiran sambil mendrible sebuah bola basket.

“tegur? Jangan? Tegur? Jangan? tegur? Jangan? Tegur? Jangan?tegur..” Marsha bergumam sendiri. Rafli sudah semakin menjauh dari pandangannya. “tegur aja deh..” Marsha berlari lari kecil mengejar Rafli.

“ka Rafli..” Marsha setengah berteriak.

Rafli membalikan badannya. Ia melihat seorang gadis yang berlari ke arahnya. Namun tak ada ekspresi apapun di wajahnya.

“ka Rafli kan?”Tanya Marsha setelah berhasil menyusul Rafi.

“masih inget gue gak?” Tanya Marsha. Namun Marsha hanya mengerutkan keningnya. Marsha mulai membuka mulut kembali “itu.. yang waktu itu kena bola basket yang lo mainin??” Tanya Marsha. Namun ekspresi Rafli hanya datar –
datar saja. Suara pun tak ia keluarkan.

“mm.. mungkin lo lupa. Yaudah, gue Marsha..” Marsha menjulurkan tangannya dan memamerkan senyum termanisnya. Namun ekspresi Rafli tak berubah sedikit pun. Ia malah membalikan tubuhnya dan berjalan pergi. Meninggalkan
sosok Marsha.

Marsha menarik kembali tangannya. Kecewa? Ya, ia memang merasa kecewa. Namun rasa kecewanya tak mengurungkan niatnya untuk mengenal sosok Rafli lebih jauh. Ia bertekad dalam hati untuk bisa membuat Rafli tersenyum. Tidak..
bukan hanya tersenyum. Tapi tertawa. Ya. Tertawa lepas…

“Sha.. ngapain sih lo deketin si ka Rafli? kalo lo knapa – knapa gimana? Dia kan agak ‘kasar’ gitu ama cewek. Lo gak takut apa?” kata Cindai.

Marsha menggelengkan kepalanya. “nggak sama sekali..”

“gila lo Sha. Ngapain coba lo deketin cowok kayak dia.”

“yaah.. gue emang gila. Mau ikut nyamperin ka Rafli kagak lo?”

“kagak deh.. “ sahut Cindai sambil menggeleng gelengkan kepalanya.

“yaudah. Lo liat ya. Ka Rafli itu gak akan makan gue idup – idup..”

Marsha berjalan mendekat ke arah Rafli yang sedang sibuk dengan bola basketnya. Ia mendekati Rafli perlahan.

“hai ka rafli..” sapa marsha. Tak ada jawaban dari Rafli. ia hanya menoleh sekilas dan kembali sibuk dengan bolanya. Marsha mengela nafas. ‘sabar Sha.. sabar ‘ batin Marsha.

“kak gue bawain minuman nih. Lo pasti aus kan?” tawar Marsha sambil menyodorkan sebotol pocari sweat kearah Rafli. namun Rafli tetap tak menghiraukannya. Malah ia tak menoleh sedikit pun.

“yaudah. Gue simpen disini aja ya..” Marsha meletakkan sebotol pocari sweat di dekat kaki Rafli. lalu berjalan pergi meninggalkan Rafli.

Rafli menoleh kearah sebotol pocari sweat yang di letakan marsha di dekat kakinya lalu memandang punggung Marsha yang berjalan menjauh. Tanpa sadar ujung bibir Rafli tertarik sedikit demi sedikit hingga membentuk sebuah senyum
tipis.
------------------------------------------------------------------
Like + Comment yah :)

NEXT:
Mungkin Itu Takdir | Part 3 :
Share on :

1 komentar:

Terima Kasih Telah Membaca Post ini..
Jangan Lupa Untuk Meninggalkan Komentarnya yah ツ